Sejarah Alue Ambang



Sejarah Pembentukan.

Awal mula berdirinya Gampong Alue Ambang yaitu sekitar tahun 1860 dimana pada saat itu. Kerajaan Teunom masih dalam suatu tatanan kehidupan Kerajaan atau sering disebut Ulee Balang Teunom. Kemungkinan terbentuknya sudah ada sebelum para penjajah Belanda masuk untuk invansi ke wilayah Aceh. Wilyah ini pernah menjadi sebagai Kota Kerajaan atau tempat berdirinya pasar yang terletak di tengah posisi Krueng Teunom saat ini. Memiliki letak geografis yang terletak di sebelah barat wilayah Gampong Panton yang dulunya wilayah ini dinamakan Ulee Lhee yaitu sekitar 50 meter dari Kota Teunom yang merupakan Ibu Kota Kecamatan Teunom. yaitu sekitar 50meter dari Kota Teunom yang merupakan Ibu Kota Kecamatan Teunom.

Pernah terjadi musibah banjir besar atau sebutan lain yaitu Das Krueng Teunom yang mampu menghancurkan tempat peristirahatan pelaut dan juga Penjaga Keamanan Ulee Balang, yaitu pada saat itu terletak di Ujong Kuta (posisi sekarang berada pada ujung Gampong Alue Ambang sebelah barat). Tercatat memiliki luas wilayah dengan ukuran lebih kurang 20 kilometer persegi yang membujur dari Gampong Batee Roo di sebelah Barat sampai ke Gampong Panton di sebelah Timur. Sementara di bagian Utara denganGampong Tanoh Manyang dan Padang Kleng sertabagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.

Sejarah mengatakan jumlah kepala keluarga saat itu cuma 18 KK saja dengan keseluruhan masyarakat lebih kurang hanya berkisar 50 jiwa, yang sebagian merupakan warga yang berasal dari kabupaten Pidie yang pergi untuk berdagang. Mereka tertarik untuk bermukim dan menetap di wilayah Gampong Alue Ambang dimana sebelumnya mereka harus menebang hutan untuk mendirikan tempat duduk dan rawa-rawa sebagai lahan untuk bercocok tanam. Adapun nama Alue Ambang sendiri diberikan oleh mereka yaitu para penduduk yang pertama bermukim setelah beberapa tahun menggarap lahan sawah atau Blang untuk menanam padi dan membuka lueng (parit)

sebagai jalan untuk mengaliri air rawa yang tembus ke Sungai Krueng Oen yang posisinya padalueng tadi berada pas pada ambang (antara) padang Kleng.

Namun demikian juga tercuat kabar bahwa asal muasalnya penamaan Alue Ambang dikarenakan pada saat itu

terdapat seekor binatang sejenis kucing bewarna hitam yang orang-orang waktu itu menyebutnya binatang Ambang yang diyakini adalah sebagai hewan mendiami Pulo Kameng/ Meurandeeh  (posisinya berada di wilayah selatan sebelah Krueng Inong) dan juga Pulo Cot Mata Ie di bagian Timur sebelah Krueng Oen.

Oleh binatang ini sering menyeberangi Alue (anak sungai antara Krueng Oen dan juga Krueng Inong) dan dia akan mengeluarkan suara ngaungan yang keras yang menjadi pertanda bahwa para pedagang dari luar Kerajaan Teunom akan datang.

Karena seringnya binatang Ambang ini melewati Alue tadi maka oleh masyarakat bersama tokoh adat melakukan musyawarah sehingga diambilah keputusan untuk memberikan wilayah gampong ini dengan sebutan Gampong Alue Ambang.  

 

Keadaan Masyarakat

Masyarakat pada saat itu memiliki aktivitas sebagai nelayan yang mana kegiatan tersebut sangat didukung oleh potensi wilayah gampong  yang langsung dialiri oleh dua sungai yaitu Sungai Krueng Oen dan Sungai Krueng Inong serta laut dan sebagian adalah bercocok tanam selebihnya adalah pedagang.

Sementara untuk tempat tinggal masyarakaat saat itu mendiami rumah layaknya gubuk beratapkan daun rumbia dan berbentuk tinggi seperti panggung dengan tujuan untuk menghindari dari banjir dan binatang buas dengan posisi antara rumah satu dengan yang lain saling berjauhan.

Memiliki tata letak rumah yang saling berjauhan namun semangat kebersamaan dan sifat kegotong royongan tetap tercipta dalam setiap kegiatan agama, sosial dan budaya.  

 

Bentuk Kepemerintahan.

Adapun Bentuk Kepemerintahan atau kepemimpinan Gampong Alue Ambang waktu itu adalah dipimpin oleh seorang Petua (orang yang dituakan) yang walaupun lambat laun berubah menjadi sebutan keutjhik menjadi geutjhik dan sekarang Keuchik. Pada saat itu Petua/keuchik dibantu oleh satu orang wakil keuchik karena belum ada istilah ketua dusun, Adapun Imum Mukim memiliki fungsi serta peran sebagai panasehat dalam penetapan sebuah kebijakan ditingkat gampong dan memutuskan sebuah putusan Hukum Adat. Sementara Tuha Peut menjadi bagian lembaga penasehat gampong atau berwewenang dalam memberi pertimbangan terhadap pengambilan keputusan-keputusan serta memantau kinerja dan kebijakan yang diambil oleh keuchik. Sementara Imum Meunasah berperan untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan di bidang keagamaan.




Alue Ambang

Alamat
Jl. T. Husen Dusun Glp. Payong Alue Ambang
Phone
Handphone: 085370326211
Email
[email protected]
Website
alueambang.sigapaceh.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website ini atau Sistem Kami Saat Ini.

Total Pengunjung

16.561